Jakarta Perusahaan Listrik Negara Nusantara Power (PLN NP) selaku subholding PT PLN (Persero) buka bunyi terkait hambatan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia.

Direktur Management Human Capital and Administrasi PLN NP, Karyawan Aji menyebut, pembangunan PLTN di Indonesia masih menentukan kesiapan sejumlah hal. Pertama, saat ini, keperluan transisi tenaga di Indonesia masih mengutamakan sumber alternatif selain nuklir.

Dia mencontohkan, fokus pemerintah dalam percepatan transisi tenaga Indonesia masih mengarah pada pembangunan Pembangkit Listrik Energi Surya (PLTS) dan pembangkit ramah lingkungan lainnya. Meski demikian, ia tidak mengungkapkan alasan pemerintah masih enggan untuk menggarap pembangkit nuklir di Indonesia.

“Memang pendukung yang kuat untuk transisi tenaga yang cepat ya PLTN, tapi bila memang agak lama ya, mungkin kita dapat layak (peta) jalan ya dapat memakai yang renewble konvensional PLTS, kemudian PLTA biomassa ,dan sebagainya, itu masih mungkin,” bebernya.

Pembangunan Nuklir Bersama Korea Selatan
Lebih lanjut, ia mengaku spaceman pragmatic play agenda kerja sama pemerintah untuk pembangunan nuklir bersama Korea Selatan masih dalam tahap penjajakan. Pemerintah juga masih membuka kerja sama pembangunan nuklir dengan sejumlah negara.

“Progresnya masih MOU dengan beberapa perusahaan, tidak hanya Korea, ada Rusia untuk penjajakan dulu, sebab kita masih belum tahu teknologinya,” ujarnya.

Sebelumnya, Indonesia ditargetkan akan memiliki pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Pulau Gelasa, Bangka Belitung pada 2032. Pembangkit tenaga nuklir pertama di Tanah Air hal yang demikian dibangun oleh perusahaan listrik swasta asal Amerika Serikat, PT ThorCon Power Indonesia dengan kapasitas 500 MW.

Perlu Siapkan Teknologi

Kepala Badan Pengembangan Sumber Energi Manusia Kementerian Energi dan Sumber Energi Mineral (ESDM), Prahoro Nurtjahjo, mengatakan bahwa Indonesia perlu menyiapkan teknologi dan kompetensi sumber tenaga manusia (SDM) guna mengoperasikan pembangkit listrik tenaga nuklir hal yang demikian.

Kementerian ESDM juga sudah menjalani beberapa strategi secara internal maupun luar, termasuk mengerjakan beberapa diskusi dengan International Atomic Energy Agency (IAEA).

“Intinya bila kita lihat, ini sesuatu yang baru bagi kita di Indonesia. Jadi bila masalahnya bukan teknologi saja, tapi masalah sosial,” ujar Prahoro di Jakarta, Jumat (19/1).